-->

LKBHMI Jakbar Ajukan Pengujian Formil UU Nomor 1 2025 Ttg BUMN


Ipay, Jakarta || Lembaga Konsultasi Bantuan Hukum Mahasiswa Islam (LKB HMI) Cabang Jakarta Barat (Jakbar) menguji konstitusionalitas atas proses
pembentukan Undang - Undang (UU) Nomor 1 Tahun 2025 di Mahkamah Konstitusi - Republik Indonesia (MK -RI) pada Rabu 09 April 2025.

LKBHMI Cabang Jakbar mengajukan permohonan pengujian formil UU nomor 1 tahun 2025, terkait perubahan ketiga atas UU nomor 19 tahun 2003 tentang Badan Usaha Milik Negara (BUMN) di MK-RI (Mahkamah Konstitusi Republik Indonesia).

LKBHMI Cabang Jakbar sebagai pemohon diwakili oleh Rizki Hidayat (Direktur Eksekutif) dan Yoga Prawira (Direktur Keuangan). 

Untuk kuasa hukum Arief Hidayat, S.H., M. Haikal Firzuni, SH., dan Muhammad Dziqirullah, SH., yang menyampaikan
alasan pengujian formil dari UU BUMN
tersebut, antara lain :

1. Pertama, pada proses pembentukan undang-undang a quo tidak melibatkan partisipasi publik yang bermakna (meaningful participation). 

Pemohon menyatakan bahwa undang - undang a quo disusun dengan sangat kilat, tanpa memperhatikan aspirasi dan masukan dari Publik, sehingga proses pembentukan undang-undang a quo tidak dapat mewakili segenap aspirasi dan kepentigan Publik.

Mengingat, bahwa terdapat banyak ketentuan baru didalam undang undang a quo, ditambah lagi dengan tidak ada nya keterbukaan serta transparansi atas proses pembentukan undang - undang a quo.

Pemohon mengaku sudah berulang kali menelusuri bahan-bahan primer untuk mendapatkan Daftar Inventarisasi
Masalah, Naskah Akademik dan Draft Rancangan Undang-Undang (RUU) a quo.

Baik melalui website resmi DPR-RI dan Pemerintah, maupun portal berita lain nya. Namun, bahan - bahan primer tersebut tidak dapat diakses dan tidak ditemukan.

Pemohon menyatakan bahwa terdapat simpang siur pemberitaan atas materi
muatan pada saat Undang-Undang a quo disusun, hal tersebut seharusnya tidak terjadi apabila Pembentuk Undang - Undang melaksanakan meaningful
participation, terbuka dan transparan.

Undang-Undang a quo menjadi sangat penting bagi Publik, mengingat
berdasarkan pemberitaan pada berbagai media, total nilai valuasi dari UndangUndang a quo adalah sebesar 16.000 (enam belas ribu) Triliun Rupiah.

Dengan nilai valuasi yang sebesar itu, seharusnya pembentuk undang-undang benar - benar memastikan meaningful participation, transparansi dan keterbukaan kepada Publik, agar Publik dapat memberikan aspirasi dan memperoleh informasi yang valid.

Bahwa pemohon mendalilkan, memperoleh informasi merupakan Hak
Konstitusional yang dijamin oleh UUD Negara Republik Indonesia (NRI) 1945.

2. KEDUA, proses pembentukan undang - undang a quo tidak sesuai dengan asas - asas pembentukan peraturan perundang-undangan sebagaimana ketentuan didalam uu nomor 12 tahun 2011 tentang pembentukan peraturan
perundang-undangan.

3. KETIGA, tidak dilibatkannya DPD-RI didalam proses pembentukan undang - undang a quo. Bahwa DPD-RI memiliki kewenangan konstitusional untuk ikut membahas rancangan undang-undang yang salah satu adalah yang berkaitan dengan sumber daya alam dan sumber daya ekonomi lainnya, sebagaimana Pasal 22D ayat (2) UUD NRI 1945.

Tidak dilibatkannya DPD - RI di dalam proses pembentukan undangundang a quo, bukan hanya bermasalah pada aspek prosedural, melainkan juga
bertentangan dengan kewenangan konstitusional DPD - RI selaku perwakilan daerah dalam kerangka Negara Kesatuan Republik Indonesia. Eksistensi ketentuan Pasal 22D.

4. KEEMPAT, Tidak dilibatkannya BPK - RI dalam proses pembentukan undang undang a quo. Bahwa bahwa memahami BPK- RI memang bukanlah
pembentuk undang-undang, namun di dalam konteks perumusan undang undang yang berkaitan dengan pengelolaan dan pertanggung jawaban keuangan negara.

BPK memiliki kepentingan konstitusional undang - undang a quo merupakan undang - undang yang berkaitan dengan pengelolaan keuangan negara
dan pertanggung jawaban keuangan negara, sebab dalam materi muatan
undang-undang a quo, mengatur dan menentukan ketentuan - ketentuan baru dalam kerangka pemeriksaan dan pertanggung jawaban keuangan negara.

Terdapat beberapa pasal yang mengesampingkan kewenangan BPK - RI dalam memeriksa pengelolaan keuangan negara yang dilakukan oleh BUMN.

Ketentuan tersebut menjadi sangat penting untuk melibatkan dan meminta pertimbangan dari BPK - RI selaku lembaga negara yang memiliki mandatory constitutional dalam
memeriksa pengelolaan dan tanggug jawab keuangan negara.

Didalam Petitumnya, Pemohon memohon kepada Yang Mulia Majelis Hakim Mahkamah Konstitusi RI untuk :
Dalam Provisi :

1. Mengabulkan Permohonan Provisi Pemohon untuk seluruhnya.

2. Sebelum menjatuhkan putusan akhir, menyatakan menunda pelaksanaan
undang - undang a quo hingga adanya putusan akhir mahkamah konstitusi
terhadap pokok permohonan a quo 
dalam pokok perkara :

1. Mengabulkan Permohonan Pemohon untuk seluruhnya.

2. Menyatakan Undang-Undang a quo tidak memenuhi ketentuan pembentuk - an undang-undang berdasarkan UUD NRI Tahun 1945.

3. Menyatakan Undang-Undang a quo bertentangan dengan UUD NRI Tahun 1945, oleh karenanya tidak mempunyai kekuatan hukum mengikat.

4. Memerintahkan pemuatan Putusan ini dalam Berita Negara Republik Indonesia sebagaimana mestinya.
Older Posts
Newer Posts
kabarrilis.com, cepat, tepat, akurat dan berimbang
kabarrilis.com, cepat, tepat, akurat dan berimbang Update berita aktual seputar ekonomi, sosial budaya, kriminal dan hukum, olahraga, pendidikan, pemerintah, peristiwa, politik, religi, wisata dan hiburan

Post a Comment